Jumat, 15 Juli 2011

Panggilan Terakhir




 Panggilan Terakhir
Angin kencang menyapu dedaunan, membawa serta debu tanah pekarangan yang kering. Siang ini terlampau panas, namun kini mengundang mendung dan hujan di sore hari. Penghujung bulan Desember yang basah. Seorang gadis duduk di ayunan kayu tua yang tepat menggantung pada dahan beringin kokoh itu. Kedua tangannya mengait  erat tali ayunan. Siluet tubuh yang indah bagi remaja seumurannya. Baju flower print selutut membuatnya anggun, lengkap dengan rambut panjang indah legam. Tatapannya kosong, mata bengkak mungkin karena terlalu lama menangis? Tak menyembunyikan kecantikannya. Tidak ada siapapun di sana. Dirinya, beringin besar, pekarangan luas dengan sebuah rumah kokoh berdiri di dalamnya.
            Langit mulai gelap, awan berarak membentuk luas melekat satu sama lain membawa hujan. Alam mulai tampak menakutkan, kilatan petir bergemuruh membuat siapa saja menutup telinga dan memejamkan mata. Lintasan petir terlihat jelas di langit. Menyala menakutkan. Hujan rinai berubah deras, membuat dia kuyup, bibirnya mencuat berwarna biru, tubuhnya menggigil. Gadis itu tak peduli. Tidak ada sinyal bahwa dirinya akan beranjak mengamankan diri ke dalam rumah. Gurat wajahnya jelas mengisyaratkan kerinduan hati yang terbiaskan oleh harapan. Terlintas indera pendengar tentang lagu terakhir  yang akan selalu diingatnya. Ingatan tentang mamanya. Timbul tenggelam.
            Hari itu tepat tujuh hari kepergian mama Bianka untuk selamanya. Yaaahhhh……….. gadis itu bernama Bianka, gadis yang terhempas oleh takdir Tuhan. Saat takdir menghampiri, ia pun tak mampu menghindar. Tepat di hari ulang tahunnya, mamanya meninggal dunia. Hari yang seharusnya menjadi moment special itu berubah duka mendalam. Terlampau menyakitkan.
***
Beberapa hari sebelum mama Bianka pergi untuk selamanya………………
            Mama Bianka sedari tadi mondar-mandir dengan wajah cemas di ruang tamu yang bersebelahan dengan garasi. Bianka terlihat duduk santai sembari membolak-balik majalah fashion remaja seusianya. Di atas meja, laptop Bianka memutar lagu patah hati yang belakangan ini sering dia dengar lewat radio, mp3 pada hp teman-temannya, acara musik di tv, dinyanyikan pengamen, dan di mana-mana. Begitu mendayu! Dinyanyikan artis ibu kota, berwajah oriental, multi talent, Agnes Monica. “…………………………… Aku tak mau ku sudah jera. “ Lirik terakhir yang akan selalu diingat Bianka.
            Bianka mengangkat kedua kakinya ke atas sofa, gerakannya menyenggol sedikit pundak Rafa adik lelakinya. Rafa tengah menugging mencari kelereng yang masuk ke bawah sofa. Terjadi pertengkaran kecil di antara mereka. Saling melempar bantal, Rafa kalah lalu berteriak melengking. Selanjutnya mama mereka menengahi dan melerainya.
            “ Sudah jangan bertengkar sayang! “
            “ Rafa tuh ma! ”
            “ Kakak yang duluan! ”
            “ Dasar anak kecil”
            “Weeeekkk………… biarin! “
            Wajah mama Bianka semakin cemas, ada hal yang mengacaukan pikirannya. Firasatnya sedang tidak enak. Tanpa sepengetahuan Bianka, sudah beberapa hari ini mama dan papanya sering bertengkar. Tidak seperti biasanya, papa Bianka sering pulang larut malam dari kantor. Hp miliknya seringkali disembunyikan, seringkali mendapat telepon misterius di tengah malam saat mama Bianka berpura-pura tidur.
            “ Bianka mama keluar dulu! “ setengah berteriak pada  Bianka yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya.
            “ Mama mau ke mana? “ Kok memanaskan mesin mobil? “
            “ Apartemen papa Bi! “
            Kemudian terdengar  suara mobil melaju meninggalkan garasi. Mobil terus melaju, melewati jalanan panjang. Hingga berbelok ke area apartemen mewah milik papa Bianka. Mama naik ke lantai 5 menuju pintu apartemen papa dengan langkah terburu-buru. Segera ia memutar gagang pintu, bau alkohol begitu kuat menyengat memenuhi ruangan. Dan mendapati suami yang teramat dicitainya tengah mabuk berat dengan beberapa wanita nakal di sampingnya. Mama Bianka menangis dan berlari ingin cepat-cepat meninggalkan apartemen memuakkan itu. Kenyataan yang begitu buruk, menyakitkan. Terkuak sudah. Tindakan yang menyalahi syariat agama. Papa Bianka berselingkuh. Papa Bianka menyadari kedatangan istrinya namun kepalanya terasa berat. Tak mampu mengejar walau sekedar melakukan pembelaan yang jelas tidak benar adanya!
***
            Pagi setelah kejadian itu, bianka berangkat sekolah seperti biasa diantar mamanya. Tak ada yang berbicara di mobil. Kecuali rafa yang agak kebingungan melihat tingkah mama dan kakaknya.  Hanya Bianka yang tahu kenapa mama lebih banyak diam. Mama telah bercerita semua padanya karena memang Bianka sudah dewasa. Dan harus tahu!
            Rafa melambaikan tangan sembari berlari menuju gerbang sekolahnya. Mobil kembali melaju menuju ke sekolah Bianka. Setiba di sekolah Bianka langsung menuju kelas, di kelas ia tampak aneh. Tak bersemangat.  Daniel mengajaknya bicara menggandeng tangan Bianka agar mengikutinya ke taman. Daniel adalah pacar Bianka. Sudah delapan bulan mereka menjalin hubungan.
“ Apa yang terjadi?”
“Ada sedikit masalah keluarga”
“Maukah kau bercerita”
Bianka hanya menjawabnya dengan menangis, ia terlalu malu untuk menceritakannya kepada Daniel sekalipun. Daniel mencoba menenangkannya.         
“Sepertinya ada yang serius” ucap Bianka
“Iya, maaf aku harus mengatakan ini.” Aku mau kita PUTUS.”
“Putus.......??”
“Aku mau berkonsentrasi pada ujian.”  Kita sudah kelas akhir SMA.”
“Baiklah aku mengerti.” berurai air mata pasrah.
Daniel meninggalkan Bianka sendirian setelah melepaskan genggaman tangan Bianka yang erat. Lengkap sudah penderitaan Bianka. Ia menangis semalaman. Penat memenuhi pikirannya! Seperti kupu-kupu melayang kesana- kemari. Terlalu berjubel.
***
            Sudah empat hari ini mama Bianka tak nafsu makan, lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Seringkali Bianka melihat mamanya beberapa kali menangis seharian penuh. Kantung mata sembab, wajah kuyu, tubuh lunglai. Pemandangan yang sungguh menyedihkan. Bianka mencoba menghibur mamanya, semampu dia. Bianka turut merasakan dan paham betul  sakitnya dikhianati orang yang paling kita cintai. Pendamping hidup mamanya selama lebih dari dua puluh tahun. Bianka tahu apa, siapa dan bagaimana mamanya. Mama yang begitu mulia. Mama yang tak tergantikan sampai kapanpun. Tapi satu hal yang tidak diketahui Bianka, mamanya telah divonis oleh dokter positif menderita kanker kelenjar getah bening. Sengaja menyembunyikan dari kelurga besarnya.
            Sore itu hujan, tepat di hari ulang tahun Bianka. Di ruang keluarga hanya ada mereka bertiga, mama, Bianka dan Rafa. Sudah seminggu sejak kejadian hina itu papa tidak pulang. Tak ada kabar. Dan tak ada yang peduli! Meskipun Bianka tahu mama masih sangat mencintainya. Sangat mencintai papa. Mama bianka sering mengotak-atik kontak di hpnya. Mencari nama papa. Ingin mentelepon papa, tapi urung dilakukan. Berulang kali ia lakukan.
            “ Mama mau makan apa?” bianka masakin ya?”
            “ Mama ingin makan empek-empek Bi. “
            “ Okeh deh aku belikan Mamaku sayang.”
Mama membalas dengan senyuman paling tulus. Senyuman yang tak pernah dilihat Bianka sebelumnya. Lantas mengingat lagi pesanan mamanya seperti biasa makanan faforit mama Bianka. Empek-empek dengan kuah cuka super pedas. Bianka mengambil payung, naik motor matic. Meninggalkan pekarangan rumah yang luas- membelok ke kanan- lurus- berhenti di perempatan jalan- pinggir jalan raya- berhenti di kedai “ Empek-Empek Asli Palembang”.  Memesan ke pelayan dan langsung pulang.  Ketika keluar dari kedai ia sibuk mencari sumber  suara yang amat dikenalnya  “Lantunan lagu jera itu lagi” batin Bianka memandang  toko VCD yang ada di seberang jalan.
            Saat tiba di rumah, bianka melihat mamanya sudah tertidur pulas di sofa. Wajahnya nyaman, agak pucat. Segera bianka menghampiri mamanya yang terkulai lemas dengan secarik kertas di tangan. Misterius. Bianka yang berseri berubah cemas. Ada yang janggal. Kuku tangan dan kaki mama Bianka menghitam. Di ambilnya kertas itu, Bianka tegang memahami setiap kata yang ada di dalamnya.  Kertas itu kini basah, tinta meluber membuat tulisan tak terbaca di beberapa bagian. Kertas hasil pemeriksaan kanker dari rumah sakit. Positi f menderita kanker getah bening, stadium empat. KRONIS! Ia menangis sesak ambruk memeluk erat tubuh mamanya.  Sedari tadi Rafa terdiam seribu bahasa duduk di bawah sofa. Ia tak menangis dan mengeluarkan air mata sedikitpun.  Waktu itu usianya baru tujuh tahun, tak mengerti apa-apa. Lalu ia bertutur lirih “ Mama panggil papa terus, kak!” menunduk lesu.
            “ MAMA............... Jangan tinggalkan Bianka dan Rafa!”
            HP mama bianka tiba-tiba bergetar menandai panggilan masuk, nyaring terdengar memenuhi ruangan.
Salam hangat untuk cintamu
Aku yang kandas dan patah hati
Biarlah orang memandang lemah
Aku tak mau bercinta lagi
Engkau yang dulu pernah ku cinta
Namun terlanjur kau bersamanya
Dan kau terluka oleh cintanya
Kini kau hadir ku sudah JERA...........- Agnes monica –
            Bianka meraih HP itu. Di layar tertera “PAPA MEMANGGIL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar