Firda Al-Fiani ☆
Write something.
Minggu, 01 September 2013
Seperti Mereka, Berbeda.
Seperti Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Aburrahman Wachid. Mereka cukup berbeda, menjadi yang paling berbeda. Dari situlah jiwa yang agung berada, dengan cara masing-masing. Menjadi seorang pioner memang tak mudah, tapi setidaknya berusahalah. Mengkaryakan yang terbaru dan memberi arti bagi semua. Tak ada stratifikasi. Wahai generasi muda!
Kamis, 25 Juli 2013
Adil BagiNya
Aku
berjalan melewati parkiran gedung Hama Penyakit Tanaman, lagi-lagi rasa muak
itu selalu muncul ketika kepala ini menoleh ke sebelah kiri gedung dimana nursery tak terawat dan kotor seperti
gudang.
“Kampus
sampah!” batin ini mencibir kampusku sendiri. Siapa peduli?
Pandanganku
kembali lurus ke depan dan langkahku terhenti saat mengetahui sosokmu dari arah
berlawanan. Saling tersenyum, saling menyapa dan saling berjabatan tangan.
Hangat.
“Halo,
selamat siang sekretaris departemenku yang paling cantik.” Pujian yang selalu
mampir untukku setiap harinya.
“Hai,
kau juga tampak segar dan sexy dengan
potongan rambut pendekmu dan sedikit make up hasil daganganmu itu.” Meringis
dan sedikit blak-blakan berkomentar.
Tiba-tiba,
ya dengan sangat mendadak kau bersimpuh dihadapanku. Aku terkejut, tak berpikir
panjang kau akan tersinggung dengan perkataanku. Aku mendengar kau berbisik
ditelingaku dengan amat lirih.
“Aku
ingin sedikit berbagi cerita denganmu.” Aku sudah tak tahan terhadap semuanya
ini.” Kau menitikkan air mata dan mukamu merah jambu.
“Iya
Kadek, apakah ini tentang Muhammad?” Sudah bisa kutebak, cinta melulu.
“Dia
sudah berdua dengan mantan kekasihnya yang berada di Bogor. Kenapa wanita itu harus
invite Bbmku? Menunjukkan kemesraan
mereka berdua. Aku tahu, kita memang tak bisa bersama karena perbedaan
keyakinan kami. Tapi kenapa, disaat aku benar-benar membutuhkan semangat untuk
berbagai tanggungjawab sebagai petinggi kepanitiaan ospek jurusan. Dia seolah
mulai menjauh, ia mengganti nomor Hpnya tanpa memberitahuku dan lainnya.
Membatasi komunikasi. Apa arti pelukan semalam? Ia memintaku untuk move on darinya, namun masih mengulurkan
kedua tangan dan pundak. Berbagi beban. Dia JAHAT!” Kadek mencerocos dan
menumpahkan rasa sakit yang ia pendam. Pekat ingus dan hujan dari pupil keluar,
aku mencoba mengelapnya dan mendekapnya erat, mengelus rambut dan pundakknya.
Empati.
“Aku
yakin kamu mampu, setelah pertentangan kuat diantara keyakinan kalian berdua
yang menharuskan PERPISAHAN.” Aku menghela napas panjang. Ya, ini masalah
sensitif tentang keyakinan.
“Iya
aku mengerti, dia pernah berkata padaku bahwa dia adalah muslim yang paling
tidak taat diantaranya. Itu pelanggaran. Kenapa Tuhan membuat kami saling jatuh
cinta jika akhirnya kami dipisahkan?” Adilkah?”
“Bagiku
cinta beda agama itu ADIL. Adil bagi
agama dan tidak adil bagi manusia.” komentarku
Rabu, 24 Juli 2013
Antara Rinai dan Hujan
Lihatlah rinai hujan di luar
sana, sebanyak itulah aku merindukanmu. Kata-kata mujarab yang selalu kau
ungkapkan ketika hujan datang. Masih di bawah pohon trembesi, ku hirup sejuknya
angin segar, tanah basah dengan aroma khasnya dan daun yang gugur di pangkuan.
“Hai Rinai, masihkah kau
mengingatku?”
“Tentu.” Tersenyum simpul,
duduk bersila disampingku, direrumputan hijau. Manis segar. Seperti biasa.
“Dahulu, aku sangat membenci
hujan, karenanya aku tak bisa bermain bola di lapangan. Bermain bola! Itu kesukaanku
Rinai. Karena hujan kita basah kuyup, flu dan sakit. Selama tiga hari aku tak
bisa bertemu denganmu, canda tawa, dan diskusi kita tentang hujan yang tak
pernah berujung dan berakhir. Tanpa titik dan koma.”
“Sekarang kau lebih banyak
bicara.” Lagi-lagi Rinai tersenyum, wajah itu bersinar.
“Kau menularkan virus
cerewetmu, kamu harus tahu itu! Kau menularkan virus rinai hujanmu, kamu harus
tahu itu!” Lantang dengan senyum merekah, kuucapkan.
“Roger that, Sir! Aku sudah
menyelesaikan misi rahasiaku. Ya. Membuatmu menyukai hujan.” Rinai muram,
wajahnya meredup. Tak tersenyum lagi. Ia berlari sangat kencang, meninggalkanku
hingga aku tak mampu melihat punggungnya. Ia menangis.
Hujan turun lagi, kali ini
lebih deras. Aku menggigil, dingin, pilu, air mataku bercampur denganmu Rinai.
Rinai hujan. Aku getir mengingat tragedi setahun yang lalu, ditempat ini, dalam
derasnya hujan, kita berdansa dan berbahagia, bermain kejar-kejaran hingga
tanpa kuduga kau berlari terlalu jauh. Jauh. Tak terjangkau olehku. Kau terjatuh
di tanah beraspal, kepalamu berdarah bercampur dengan hujan. Kau kesakitan
menahannya, aku panik dan membopongmu ke tempat dimana terdapat medis yang
mampu menanganimu. Aku berlari menggendongmu. Sepeda kita? Aku meninggalkannya.
Aku berlari sekuat tenaga meski tubuh ini kelu, hingga akhirnya kau tak
terselamatkan. Semua ini salahku, aku tak mampu menjagamu.
“Damailah disana Rinai,
sekarang kau telah menyelesaikan misi rahasiamu.” Aku menyukai hujan, menyukai
rinai hujan, dan menyukaimu Rinai.”
“Lihatlah rinai hujan diluar
sana, sebanyak itulah aku merindukanmu.”
Sabtu, 20 Juli 2013
Muluk
Setiap manusia mempunyai mimpi yang sejatinya harus ia realisasikan. Tapi kebanyakan manusia ingkar akan semua langkah dan usaha yang menyertainya. Mimpi sangatlah indah, harapan-harapan iti ibarat air di padang gersang, apel merah nan manis ketika dimakan dan kenikmatan lainnya.
Rabu, 17 Juli 2013
Embun
Embun, sebentar tapi itu cukup.
Bagiku embun itu pandai bersyukur, ia tanpa warna dan meyejukkan. Suatu ketika kau memintaku untuk memahami makna embun dimatamu. Melihatnya dipagi buta, dan mungkin hal itu tak akan pernah kulakukan. Tapi tahukahkah kau, saat kebenaran itu datang? Seperti halnya embun yang menunggu kedatangan matahari hingga ia lenyap tak bersisa. Apakah kau akan menyalahkanku? Maka, beri tahukan padaku arti embun di matamu?
Bagiku embun itu pandai bersyukur, ia tanpa warna dan meyejukkan. Suatu ketika kau memintaku untuk memahami makna embun dimatamu. Melihatnya dipagi buta, dan mungkin hal itu tak akan pernah kulakukan. Tapi tahukahkah kau, saat kebenaran itu datang? Seperti halnya embun yang menunggu kedatangan matahari hingga ia lenyap tak bersisa. Apakah kau akan menyalahkanku? Maka, beri tahukan padaku arti embun di matamu?
Rabu, 10 Juli 2013
(Dia) Berhati Malaikat
Aku agak rikuh di malam itu, bertemu dan menjabat tangan mereka. Teman-teman aktivismu. Masih ku ingat kita berempat duduk bersama dibangku bambu yang soak di sana-sini, dibawah pohon kersen. Namun hal itu tak mengusikku, segar udara malam. Nyaman.
“Hai Tata.” Kuberikan ia seulas
senyuman dan jabatan hangat. Aku menyukai gadis ini, saat pertama kali bertemu.
Pejuang. Itu kesan pertamaku tentangnya.
“Hallo Mas... Ayra.” Aku
memperkenalkan diri kepada kekasih Tata.
Aku, kamu dan mereka berdua.
Berbicara sejenak mengenai proyek yang tengah kita kerjakan dan sedikit juga
membicarakan gadismu. Karena Tata tahu, aku dan gadismu bersahabat baik. Mungkin mereka agak sedikit bingung, mengenai hubungan kita bertiga sebenarnya? Entahlah?
Akhirnya kau tarik aku, menjauhi
mereka dan memesan dua porsi nasi goreng di warung sebelah. Aku mengeluarkan
atribut skecth book dan spidol warna-warni untuk proyek kita. Lalu
memperhatikanmu salah memesan menuku. Membuat bibirku sedikit manyun.
“Kan sudah ku bilang, aku nasi
goreng tanpa saos, kecap aja dan sayuran agak banyak!” Protesku
“Tolong Ayra, jangan banyak mengeluh.”
Aku sedang pusing!” Bentakan khasnya dengan nada rendah, memohon, yang selalu
berhasil membuatku takut.
“Iya... Iya...” Cepat apa yang
akan kau ceritakan tentang gadismu?”
“Ini rahasia, cukup aku dan kamu
yang tahu. Kemarin dia bercerita setelah aku desak. Laki-laki berhati malaikat
pilihannya telah menyentuhnya. Bagian tubuh itu Ayra dan aku tak menyangka.
Itulah sebabnya aku tak mempercayainya, dia pintar mengolah kata dan seolah aku
yang meninggalkannya.”
Aku terkejut dan diam, tak
mempercayai semua ini. Aku tahu perasaanmu dan kau juga menyebut laki-laki itu
berhati malaikat, seperti yang gadismu ungkapkan. Mungkin kau mencoba tegar, tapi aku tahu hatimu hancur berkeping-keping.
Gadis yang baik hati, ceria dan
penuh semangat itu. Gadismu pernah bercerita kepadaku mengenai laki-laki itu,
dia tampan dan sangat baik. Gadismu menyebutnya berhati malaikat, tidak
sepertimu yang tempramental. Kalau soal watakmu, aku sangat sepakat dengannya. Waktu
itu, gadismu sempat bergunjing tentangmu, dimana kamu menjelekkanku. Aku
tersinggung dan terbakar hasutan itu. Lalu, aku sebagai sahabat memberinya saran untuk lebih memilih
laki-laki itu daripada kamu. Ya, sesuai dengan apa yang diceritakannya. (Dia)
berhati malaikat.
Selasa, 09 Juli 2013
#Nasihat (a)yah
*Sebenarnya tidaklah sukar menjadi orang baik, gampang... pokoknya setiap kali bertindak baca shalawat agar ingat akan akhlak Nabi.
*Orang yang punya pikiran jelek terhadap kita, itu biasanya ada sesuatu, entah iri, entah benci, entah cinta. Makanya harus fokus dan tidak perlu aneh-aneh.
*Bahasa
Arabnya LA TA'JAL QOBLA FIKRIN. Artinya jangan tergesa-gesa terhadap
sesuatu apapun itu, sebelum kamu pikir terlebih dulu. Artinya kamu harus
mendahulukan logika dalam bermuamalah.
Terima kasih tanpa batas untuk (a)yah tercinta, (a)yah nomor 1 sedunia :)
Langganan:
Komentar (Atom)